Secara geografis yang dimaksud masyarakat Sunda adalah seluruh warga yang berdomisili
di wilayah Jawa barat, adapun secara politis tentu yang dimaksud adalah
penduduk yang memiliki kartu identitas sebagai masyarakat Jawa Barat yang
dibuktikan secara sah oleh Kartu Tanda Penduduk (KTP). Perdebatan mengenai
siapa sesungguhnya yang dimaksud masyarakat Sunda merupakan cerita lama yang
sampai sekarang semakin rumit untuk didefinisikan, bagaimana tidak, penduduk
kota bandung misalnya, yang berkedudukan sebagai ibu kota Jawa barat, kini
berapa persen di antara penduduknya yang
asli berdarah sunda. Terlepas dari semua itu, orang sunda sebenarnya sudah
memiliki keterbukaan dalam menentukan siapa yang termasuk atau yang dapat
digolongkan ke dalam masyarakat sunda, yakni orang yang selama ini sudah
“Nyunda”. Tetapi pertanyaan kembali muncul apa “Nyunda” itu.
Secara mudah “Nyunda”sering diungkapkan oleh orang
yang ketika makan, lalu yang disajikan lalaban-lalaban semacam tespong, pucuk
daun labu, daun sintrong, daun antanan dan sebagainya dilengkapi sambal yang
disajikan dalam cobek (coet), biasanya orang-orang tersebut berkomentar
“makanannya nyunda pisan”. Suatu ketika ada seseorang yang dalam komunikasi
sehari-harinya, padahal bergaul dengan bermacam-macam manusia dari berbagai
suku bangsa, tetapi orang tersebut selalu menggunakan bahasa sunda, biasanya
orang tersebut dikomentari “orang itu nyunda pisan”. Di lain waktu, sebuah
keluarga didatangi seseorang untuk bertandang ke rumah tersebut, lalu dia
disambut dengan sambutan yang hangat, ramah, santun, dijamu walau sekedar air
putih dan pisang hasil tanam dari kebunnya langsung, maka keluarga tersebut
biasa dipanggil dengan panggilan “keluarga itu nyunda pisan”. Dengan demikian
“nyunda” adalah kehidupan yang diwarnai dan terbiasa melakukan hal-hal yang
dipandang baik dalam kebudayaan suku bangsa sunda, kehidupan yang syarat dengan
nilai-nilai yang dibutuhkan dalam kehidupan kemanusiaan.
Contoh-contoh di atas sesungguhnya memberikan gambaran
bagi kita sebagai masyarakat, bahwa sebagai pribadi-pribadi sunda selayaknya
memiliki jiwa kesederhanaan, keteguhan dalam berpendirian, kejujuran dalam
hidup, kesantunan dalam berbahasa dan berperilaku. berbanding terbalik dengan
keserakahan, tidak berpendirian, kebohongan dan kekasaran dalam berucap dan
bertingkah laku. Yangkemudian menimbulkan manusia-manusia koruptor yang tak
beradab, menyebarkan benih-benih kebatilan, suap-menyuap, saling merampas dan
saling menyikut, semuanya marak terjadi di negeri ini. Perlu disadari bahwa
melawan tirani dan kamunisme adalah hal yang paling berat, tetapi ada yang lebih berat daripada itu, adalah memberantas
korupsi sebagai kejahatan luar biasa, bencana akhlak di kalangan para pemimpin dengan
kapasitas ilmu dan pengetahuan yang pas-pasan, merupakan sebuah bencana yang
sangat berbahaya dibandingkan dengan bencana gunung berapi dan bencana longsor
serta bencana banjir.
Bagi para kontestan yang saat ini mulai turun ke
lapangan untuk mencari sebanyak-banyaknya pendukung, kenalilah watak dan tabiat
orang sunda. Masyarakat sunda hari ini merindukan figur pemimpin yang jujur,
sederhana dan berakhlak mulia, seperti figur di tahun 1970-an, kabarnya
pemimpin Jawa Barat pada saat itu dikenal dengan kejujuran dan
kesederhanaannya, salah satu ungkapannya yang pernah saya baca adalah, “asal
untuk hidup wajar, gaji mayor jenderal itu cukup” atau ucapannya yang lain:
”dalam perjuangan, jauh lebih berarti dua ekor singa di medan laga, ketimbang
seribu domda di dalam kandang”.
Kejujuran dan kesederhanaan pemimpin yang timbul dari
hati nuraninya adalah kesejahteraan bagi rakyatnya. Ia maju bukan untuk
kepentingan golongannya apalagi dirinya, tetapi tampil dengan kesatriaan (teunenung-ludeung)
jiwanya untuk melindungi dan membela masyarakatnya.
Seperti biasanya banyak orang menyebut bahwa pemilu
adalah pesta rakyat, betulkah demikian?.siapakah yang mengeluarkan dana belasan
bahkan ratusan milyar untuk pesta tersebut. Pesta (party) identik dengan
perayaan tentang sesuatu yang membahagiakan atau tentang sebuah kemenangan.
Pesta ini menjadi sebuah kemenangan bagi seluruh rakyat apabila semua aspirasi
mereka terakomodasi secara baik. Konon katanya, rakyat sunda pada masa Prabu
Wangi (Prabu Linggabuana) begitu mencintai raja tersebut, dikarenakan sang raja
sangat memperhatikan rakyatnya, begitu pula dengan keturunannya, semuanya
menghargai dan mencintai rakyatnya, sehingga mereka dikenal dengan silih-wangi
(Siliwangi artinya silih seungitan) yang masih kita kenal sampai saat
ini walaupun hanya sekedar namanya.
Yang menjadi masalah dalam masyarakat kita adalah
terputusnya cerita (pareumeun obor) sejarah dengan masa lalu, budaya
malas membaca sejarah mungkin salah satu penyebabnya, sehingga pengetahuan
tentang siapa dan bagaimana perjuangan serta kepemimpinan orang-orang sunda tidak
banyak yang kita ketahui. Padahal sesungguhnya cukup banyak figur di Jawa Barat
dahulu yang memberikan cermin keteladan bagi masyarakat, bukan hanya teladan
untuk masyarakat Sunda tetapi rakyat Indonesia pada umumnya.
Sudah saatnya sekarang masyarakat Jawa Baratmemilih
pemimpin dengan cara yang rasional dan hati yang bersih. Rasionalitas
dibuktikan dengan pandangan atau wawasan tentang kepemimpinan yang baik dan
benar berdasarkan nilai serta budaya yang kita miliki, kebersihan hati
diwujudkan dengan menjauhkan diri dari syakwa-sangka yang tidak memiliki alasan
yang jelas, tidak mudah tergiur dengan tawaran-tawaran pragmatis sesaat.
Komentar
Posting Komentar