MASYARAKAT SUNDA DALAM MENYIKAPI PILGUB JABAR 2018


Secara geografis yang dimaksud masyarakat  Sunda adalah seluruh warga yang berdomisili di wilayah Jawa barat, adapun secara politis tentu yang dimaksud adalah penduduk yang memiliki kartu identitas sebagai masyarakat Jawa Barat yang dibuktikan secara sah oleh Kartu Tanda Penduduk (KTP). Perdebatan mengenai siapa sesungguhnya yang dimaksud masyarakat Sunda merupakan cerita lama yang sampai sekarang semakin rumit untuk didefinisikan, bagaimana tidak, penduduk kota bandung misalnya, yang berkedudukan sebagai ibu kota Jawa barat, kini berapa persen di antara penduduknya  yang asli berdarah sunda. Terlepas dari semua itu, orang sunda sebenarnya sudah memiliki keterbukaan dalam menentukan siapa yang termasuk atau yang dapat digolongkan ke dalam masyarakat sunda, yakni orang yang selama ini sudah “Nyunda”. Tetapi pertanyaan kembali muncul apa “Nyunda” itu.
Secara mudah “Nyunda”sering diungkapkan oleh orang yang ketika makan, lalu yang disajikan lalaban-lalaban semacam tespong, pucuk daun labu, daun sintrong, daun antanan dan sebagainya dilengkapi sambal yang disajikan dalam cobek (coet), biasanya orang-orang tersebut berkomentar “makanannya nyunda pisan”. Suatu ketika ada seseorang yang dalam komunikasi sehari-harinya, padahal bergaul dengan bermacam-macam manusia dari berbagai suku bangsa, tetapi orang tersebut selalu menggunakan bahasa sunda, biasanya orang tersebut dikomentari “orang itu nyunda pisan”. Di lain waktu, sebuah keluarga didatangi seseorang untuk bertandang ke rumah tersebut, lalu dia disambut dengan sambutan yang hangat, ramah, santun, dijamu walau sekedar air putih dan pisang hasil tanam dari kebunnya langsung, maka keluarga tersebut biasa dipanggil dengan panggilan “keluarga itu nyunda pisan”. Dengan demikian “nyunda” adalah kehidupan yang diwarnai dan terbiasa melakukan hal-hal yang dipandang baik dalam kebudayaan suku bangsa sunda, kehidupan yang syarat dengan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam kehidupan kemanusiaan.
Contoh-contoh di atas sesungguhnya memberikan gambaran bagi kita sebagai masyarakat, bahwa sebagai pribadi-pribadi sunda selayaknya memiliki jiwa kesederhanaan, keteguhan dalam berpendirian, kejujuran dalam hidup, kesantunan dalam berbahasa dan berperilaku. berbanding terbalik dengan keserakahan, tidak berpendirian, kebohongan dan kekasaran dalam berucap dan bertingkah laku. Yangkemudian menimbulkan manusia-manusia koruptor yang tak beradab, menyebarkan benih-benih kebatilan, suap-menyuap, saling merampas dan saling menyikut, semuanya marak terjadi di negeri ini. Perlu disadari bahwa melawan tirani dan kamunisme adalah hal yang paling berat, tetapi ada yang  lebih berat daripada itu, adalah memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa, bencana akhlak di kalangan para pemimpin dengan kapasitas ilmu dan pengetahuan yang pas-pasan, merupakan sebuah bencana yang sangat berbahaya dibandingkan dengan bencana gunung berapi dan bencana longsor serta bencana banjir.
Bagi para kontestan yang saat ini mulai turun ke lapangan untuk mencari sebanyak-banyaknya pendukung, kenalilah watak dan tabiat orang sunda. Masyarakat sunda hari ini merindukan figur pemimpin yang jujur, sederhana dan berakhlak mulia, seperti figur di tahun 1970-an, kabarnya pemimpin Jawa Barat pada saat itu dikenal dengan kejujuran dan kesederhanaannya, salah satu ungkapannya yang pernah saya baca adalah, “asal untuk hidup wajar, gaji mayor jenderal itu cukup” atau ucapannya yang lain: ”dalam perjuangan, jauh lebih berarti dua ekor singa di medan laga, ketimbang seribu domda di dalam kandang”.
Kejujuran dan kesederhanaan pemimpin yang timbul dari hati nuraninya adalah kesejahteraan bagi rakyatnya. Ia maju bukan untuk kepentingan golongannya apalagi dirinya, tetapi tampil dengan kesatriaan (teunenung-ludeung) jiwanya untuk melindungi dan membela masyarakatnya.
Seperti biasanya banyak orang menyebut bahwa pemilu adalah pesta rakyat, betulkah demikian?.siapakah yang mengeluarkan dana belasan bahkan ratusan milyar untuk pesta tersebut. Pesta (party) identik dengan perayaan tentang sesuatu yang membahagiakan atau tentang sebuah kemenangan. Pesta ini menjadi sebuah kemenangan bagi seluruh rakyat apabila semua aspirasi mereka terakomodasi secara baik. Konon katanya, rakyat sunda pada masa Prabu Wangi (Prabu Linggabuana) begitu mencintai raja tersebut, dikarenakan sang raja sangat memperhatikan rakyatnya, begitu pula dengan keturunannya, semuanya menghargai dan mencintai rakyatnya, sehingga mereka dikenal dengan silih-wangi (Siliwangi artinya silih seungitan) yang masih kita kenal sampai saat ini walaupun hanya sekedar namanya.
Yang menjadi masalah dalam masyarakat kita adalah terputusnya cerita (pareumeun obor) sejarah dengan masa lalu, budaya malas membaca sejarah mungkin salah satu penyebabnya, sehingga pengetahuan tentang siapa dan bagaimana perjuangan serta kepemimpinan orang-orang sunda tidak banyak yang kita ketahui. Padahal sesungguhnya cukup banyak figur di Jawa Barat dahulu yang memberikan cermin keteladan bagi masyarakat, bukan hanya teladan untuk masyarakat Sunda tetapi rakyat Indonesia pada umumnya.
Sudah saatnya sekarang masyarakat Jawa Baratmemilih pemimpin dengan cara yang rasional dan hati yang bersih. Rasionalitas dibuktikan dengan pandangan atau wawasan tentang kepemimpinan yang baik dan benar berdasarkan nilai serta budaya yang kita miliki, kebersihan hati diwujudkan dengan menjauhkan diri dari syakwa-sangka yang tidak memiliki alasan yang jelas, tidak mudah tergiur dengan tawaran-tawaran pragmatis sesaat.

Komentar